Kepribadian Desonansi dan Kegagalan Fokus Mencapai Tujuan Artikel Dan Opini by Pimred - Maret 11, 20180 Dilihat 1543 Segala puji syukur saya ucapkan untuk Tuhanku Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rochiim, pagi sampai siang ini, Sabtu, 10 Maret 2018, bisa ditakdirkan menemui pegiat pendidikan dari Turkey. Kunjungan pegiat pendidikan Turkey ini sedang menjajagi kemungkinan kerjasama pengembangan konsep pendidikannya di Jatim. Mereka memaparkan pengembangan konsep pada kecakapan akademis dengan target target menjuarai kejuaraan kejuaraan akademis. Saya tidak terlalu mempersoalkan konsep konsep yang dibawa, tapi saya melihat sesuatu yang berbeda dalam penawaran kerjasamanya. Pak Cetin sebagai General Manager menjelaskan konsep konsep yang sudah mereka kembangkan di 10 kota di Indonesia, dan mereka meyakini sebagai sebuah konsep yang baik, karena dari konsep itu, mereka bisa melahirkan banyak juara olympiade dan medali emas. Bagi saya yang menarik dari konsep konsep yanh disampaikan adalah mereka fokus pada satu persoalan, mencetak juara juara olympiade. Saya, Pak Harun, Mantan Kepala Dinas Pendidikan Jatim, dan Mas Misbahul Huda, Professional yang ustadz dan penulis buku, mendengarkan dan memperhatikan paparan konsep yang diberikan. Kata ” Fokus ” bagi saya menggambarkan sebuah konsistensi yang panjang. Lurus kedepan pada satu titik, sehingga tahapan tahapan yang dilakukan sangat jelas dan terukur. Saya merasa terusik dengan paparan yang disampaikan, dan kesan saya fokus itulah yang menjadikan lembaga ini berhasil mencetak para juara olympiade. Kawan,…pernahkah anda berdiri diatas rel kereta api dan melihat bentangan rel itu? Apa yang terlihat? Disana akan terlihat bahwa rel itu akan bertemu disatu titik. Tapi apakah benar rel itu akan bertemu disatu titik? Tentu tidak, hanya pandangan kita dan kemudian membangun persepsi bahwa rel itu bertemu disatu titik. Pesan yang tersirat dibalik pandangan itu adalah sebuah keterbatasan. Ya keterbatasan. Bahwa setiap orang mempunyai keterbatasan. Setiap orang harus menyadari bahwa dirinya terbatas, dia butuh orang lain dalam rangka mengatasi keterbatasannya. Kesadaran tentang keterbatasan itulah yang akan menyebabkan orang menjadi santun, mau belajar dan mau mendengarkan orang lain. Dia tidak akan menjadi seperti kata peribahasa ” kacang lali kulite “. Pernahkah kita menjumpai seseorang yang obsesinya sangat besar, lagaknya pongah, merasa diri besar, sukar menerima pendapat orang lain, namun apa yang ditampakkan sejatinya tidak berbanding lurus dengan apa yang dikerjakan , nah mereka yang semacam ini adalah mengalami disonansi kepribadian. Disonansi kepribadian adalah sebuah sikap yang berupaya mencari pembenar atas suatu kesalahan yang dilakukan. Sikap kepribadian yang mengalami gangguan disonansi akan selalu berupaya menutupi kesalahan kesalahan yang dilakukan dengan banyak dalih. Misalkan begini, orang merokok itu akan menyebabkan sakit. Bagi pengidap desonansi kepribadian akan mengatakan ” teman saya itu nggak merokok, juga sakit “. Desonansi kepribadian akan selalu mencari cara untuk membenarkan apa yang dilakukan. Kepribadian seperti ini akan cenderung bertahan dalam kelemahannya dan kekurangannya. Sehingga yang disebut sombong dalam kebodohannya. Dalam banyak hal pekerjaan, seringkali kita juga jumpai pribadi pribadi yang merasa sudah hebat dan ahli dalam pekerjaannya. Pernahkah anda mendengarkan kalau ada orang dikasih tahu akan sebuah persoalan dan bagaimana mengatasinya, lalu jawabannya, kami sudah pernah melakukannya, kami sudah melakukannya dan lain lain yang intinya menolak atas sebuah peristiwa yang terjadi disebabkan karena dia belum melakukannya. Apa Yang Bisa Dilakukan? Takdir pertemuan saya tadi pagi sampai siang dengan pegiat pendidikan dari Tukey bersama Pak Harun yang mantan Kepala Dinas Pendidikan Jatim dan Sahabat saya sekaligus seorang professional ustadz dan penulis buku ” Ayah ” Misbahul Huda, menyiratkan sebuah pertalian membangun kekuatan dengan energi yang saling melengkapi. Saya menangkap kesan bahwa telah terjadi resonansi dalam pertemuan itu. Sebuah kesepahaman antar pribadi dalam mencapai tujuan dengan fokus pada target yang dirancang, berdasar pengalaman professional yang dimiliki, tapi tetap santun dan saling melengkapi diatas keterbatasan yang dimiliki masing masing. Nah kawan… Alangkah indahnya kalau dalam pendidikan dan proses pembelajaran yang dilakukan semua pihak tidak mengalami desonansi kepribadian, merasa diri lebih dan dibutuhkan, karena rasa semcam ini justru akan menyemai kegagalan, akibat lainnya adalah kita akan gagal dalam membangun fokus. Kita harus bangun sebuah reaonansi, semangat saling melengkapi karena merasa sudah sejiwa dalam membangun hubungan yang fokus mencapai tujuan. Kalau anda sebagai guru, perlakukan murid anda sebagai teman dan sahabat, sehingga anda juga akan merasa membutuhkan, kalau anda pemimpin, perlakukan rakyat sebagai mitra dalam mencapai tujuan kesejahteraan, kalau anda seorang lawyer, perlakukan klien anda sebagai saudara, jangan manfaatkan dia untuk mencari keuntungan sendiri, sehingga dengan memperlakukan klien sebagai saudara, anda akan mempunyai sikap optimis dan amanah dalam memegang amanah. Kepribadian anda yang desonansi sesungguhnya akan menjauhkan anda dari kesuksesan dan keberhasilan. Inilah yang disebut kekuatan membangun resonansi. Semoga saja kita diberi kekuatan diri membangun resonansi ! ” Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri(18) Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai(19)”. (QS. Lukman : 31/18 – 19) Isa Ansori Pegiat pendidikan yang memanusiakan, Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak ( LPA ) Jatim, Anggota Dewan Pendidikan Jatim, Pengajar di STT Malang dan Untag 1945 Surabaya Bagikan Ini, Supaya Mereka Juga Tau !