Anda berada di :
Rumah > Artikel Dan Opini > BOS, Dari Bantuan Menuju Kemandirian

BOS, Dari Bantuan Menuju Kemandirian

Dilihat 1543

Gonjang ganjing pemblokiran rekening dana BOS di kota Surabaya memantik beberapa reaksi dari pegiat pendidikan di sekolah dan para politisi di DPRD Surabaya. Nampaknya dana BOS bagi sekolah swasta tidak bisa diartikan lagi sebagai bantuan, tapi sebagai subsidi yang harus diberikan, kalau tidak , maka sekolah akan kehilangan energi layanan. Bahkan terlihat beberapa anggota DPRD Surabaya pun lantang menyuarakan agar Pemerintah Kota Surabaya tak perlu memblokir dan harus segera dicairkan. Tak kalah lantangnya juga Dinas Pendidikan Kota Surabaya menjawab desakan itu dengan melemparkan beberapa prasyarat sebagai syarat cairnya bantuan dana BOS. Tentu saja prasyarat itu bagi sekolah swasta pada medium menengah ke bawah menjadi sesutau yang “ menyulitkan “, karena memang selama ini fungsi pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kota tidak berjalan secara maksimal. Akibatnya sekolah tidak pernah terlatih bagaimana membuat sebuah laporan penggunaan dan perencanaan terhadap kebutuhan sekolah berkaitan dengan besaran anggaran yang dibutuhkan. Apalagi kemudian ada “ larangan “ bahwa sekolah penerima BOS dilarang memungut dari walimurid. Sehingga dana BOS yang seharusnya hanyalah sebagai pendamping pendanaan yang dilakukan oleh sekolah diluar BOS untuk melayani pendidikaan yang baik, sekarang seolah menjadi sumber satu satunya yang menjadi gantungan. Disinilah sebetulnya letak kesemrawutan persepsi tentang dana Bantuan Operasional Sekolah.

Setelah berjalan kurang lebih sekitar delapan tahunan, nampaknya dana BOS tidaklah mampu menjadikan sekolah lebih mandiri menjadi sekolah yang berdaya, tapi justru sebaliknya, sekolah menjadi semakin tak berdaya dan semakin bergantung. Akibatnya dana BOS sangat erat kaitannya dengan gairah memberikan layanan pendidikan yang baik. Sudah seharusnya semua mampu berkontribusi terhadap berjalannya layanan pendidikan yang baik, oleh karenanya pemerintah juga harus melakukan edukasi kepada sekolah dan masayarakat bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. Edukasi itu bisa dilakukan dengan jalan mewajibkan semua sekolah yang ada untuk membuat rancangan anggaran belanja sekolah dan penggunaan serta capaiannya, lalu dipublikasikan secara terbuka kepada masyarakat, utamanya wali murid. Upaya tersebut dimaksudkan untuk membantu penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun ditingkat pendidikan dasar serta pendidikan 3 tahun ditingkat menengah, SD sampai dengan SMA sederajat. Dengan kata lain bahwa bantuan tersebut diharapkan dapat meringankan beban masyarakat didalam mengalokasikan dananya untuk kebutuhan pendidikan putra putrinya yang menempuh jenjang pendidikan dasar dari mulai SD sampai dengan SMA.

Sebagai sebuah program bantuan, BOS tentu tidak bisa diharapkan akan menjadi program pemerintah yang terus menerus dilakukan, karena hal itu akan tidak mendidik dan menciptakan ketergantungan pihak sekolah dan masyarakat. Sebagai akibatnya sekolah menjadi tidak berdaya kalau dana BOS terlambat turun, disamping itu tanggung jawab orang tua sebagai bagian masyarakat juga menjadi lemah , sebagai contoh ungkapan dari beberapa guru dibeberapa sekolah yang mengatakan, ” Setelah dana BOS diturunkan, sebagian walimurid disekolah sekolah tertentu seolah melepaskan tanggung jawabnya dan memasrahkan kepada sekolah, kalau dana BOS terlambat turunnya, sekolah yang repot, tidak ada biaya dan anggapan orang tua, kan sudah dibantu pemerintah ”.

Tentu anggapan semacam itu adalah tidak benar, karena bagaimanapun pendidikan itu pelu beaya investasi dan beaya itu tidak sedikit. Persoalannya adalah siapakah yang harus menanamkan investasi tersebut. Dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan itu merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah, salah satu dintaranya adalah hak masyarakat untuk mendapatkan pendidikan bermutu, dilain pihak kewajiban pemerintah untuk menyediakan sarana demi mewujudkan pendidikan yang bemutu tersebut. Tapi pada kenyataanya kemampuan pemerintah sangat terbatas sementara pada sisi yang lain tuntutan untuk mendapatkan layanan pendidikan bermutu sangat tinggi, disisnilah kemudian peran masyarakat stakeholder pendidikan sangat diperlukan.

Lemahnya Pelibatan Partisipasi Publik

Sebagaimanan hasil kajian yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Anak ( LPA ) Jatim, tentang beberapa pokok persoalan pendidikan di Surabaya, ada lima hal setidaknya yang bisa dihimpun, yaitu, pertama , Masih belum meratanya kualitas pendidikan, termasuk didalamnya akses pendidikan dan sarana prasarananya, sehingga masih sering dijumpai adanya disparitas pendidikan antara sekolah pinggiran dan sekolah non pinggiran. Kedua, Tidak meratanya mutu pendidikan antara wilayah satu dengan wilayah yang lain, ketiga, Belum adanya standard biaya pendidikan minimal bermutu, sehingga masyarakat tidak tahu berapa sebenarnya investasi yang harus mereka keluarkan untuk sebuah pendidikan yang layak didapatkan, hal ini berakibat capaian hasil pendidikan tidak bisa diukur, apakah sudah sesuai dengan investasi yang dikeluarkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat terhadap hasil yang telah dicapai. Keempat , Pemberdayaan lingkungan pendidikan, serta yang kelima, Masih lemahnya pelibatan partisipasi publik.

BOS sebagai salah satu sumber pendanaan kegiatan sekolah tentu pada saat ini menjadi tumpuan bagi berjalannya kegiatan sekolah, sehingga tanpa adanya BOS seolah olah kegiatan sekolah tidak bisa berjalan, oleh karenanya keterlambatan turunnya dana Bos akan menjadi persoalan bagi berlangsungnya kegiatan program sekolah, apalagi kalau sampai dihapuskan.

Tentu tidak berlangsungnya kegiatan sekolah hanya karena dana BOS terlambat apalagi dihapuskan adalah sebuah gambaran yang tidak kita harapkan, karena kita tahu keterbatasan anggaran yang pemerintah miliki, oleh karenanya untuk mengatasi itu diperlukan upaya cerdas untuk mencari alternative lain pendanaan bagi kegiatan sekolah.

Sekolah dalam hal ini kepala sekolah sebagai seorang manajer disekolah beserta para guru mempunyai peran penting didalam menggali alternative pendanaan kegiatan sekolah. Peran penting yang bisa dilakukan adalah mengoptimalkan dukungan stakeholder sekolah diantaranya dukungan dari komite sekolah.

Komite sekolah sebagai salah satu stakeholder merupakan wakil masyarakat yang ada disekolah diharapkan dapat mendukung program program yang sudah dirancang sekaligus sebagai salah satu sumber pendanaan. Selain itu juga komite sekolah diharapkan untuk bisa berperan mencarikan dukungan dana bagi berlangsungnya program program sekolah.

Persoalannya hal ini jarang bisa terjadi , mengapa ? Hal ini tidak bisa terlepas dari anggapan masyarakat selama ini bahwa sekolah ketika mengundang wali murid hanya pada saat membutuhkan dukungan dana untuk program programnya, diluar itu jarang sekali melibatkan peran masyarakat. Akibatnya masyarakat tidak merasa memiliki program program tersebut , yang pada akhirnya masyarakat enggan untuk bisa diharapkan memberikan dukungan.

Lemahnya pelibatan partisipasi publik yang berakibat lemahnya dukungan harus diatasi dengan melakukan penguatan pelibatan partisipasi . Sekolah bisa mengoptimalkan peran mereka dengan melibatkan mereka dalam merancang program program sekolah. Penguatan itu bisa dimulai dengan melakukan semacam ” kontrak belajar ” antara pihak sekolah dan walimurid.

” Kontrak belajar ” yang dimaksud adalah dengan mencari masukan dan keinginan para wali murid tentang hasil yang diharapkan terhadap putra putrinya selama menempuh proses belajar disekolah tersebut. Selanjutnya dari proses ’ kontrak belajar ” belajar itu masyarakat juga dilibatkan untuk menghitung kebutuhan investasi pendanaannya. Dengan demikian masyarakat akan tahu berapa sebenarnya kebutuhan investasi untuk melaksanakan program program tersebut.

Disamping itu dukungan dana bisa didapatkan dari pihak pihak lain diluar wali murid, semisal dukungan dari perusahaan atau BUMN. Untuk bisa mendapatkan dukungan pendanaan dari perusahaan ataupun BUMN, sekolah juga diharapkan mampu mengemas program program sekolah yang ” unik ” dan mempunyai ” nilai jual ”. Sebab dengan unik dan mempunyai nilai jual, akan memberi nilai tambah bagi perusahaan atau BUMN pendukung. Prinsip saling memberi dalam kerjasama ini harus dikedepankan, artinya perusahaan atau BUMN pendukung akan mendapat manfaat apa dari dana yang dikeluarkan dan sekolah bisa melakukan apa dengan dana tersebut.

Perlu Dibangun Kepercayaan

Kepercayaan, tidak dapat dipungkiri merupakan modal utama bagi siapapun untuk bisa mendapatkan dukungan mewujudkan tujuan tujuannya. Begitu juga dengan sekolah, tentu kepercayaan para stakeholder merupakan modal utama dalam meraih dukungan. Sebuah kepercayaan akan bisa didapatkan bila dibangun dengan keterbukaan. Keterbukaan yang dikamksud adalah kemamuan baik pihak sekolah untuk bisa berbagi peran dengan pihak pihak lain didalam mewujudkan program program sekolah.

Kemauan untuk berbagi dengan pihak lain adalah merupakan poin penting untuk meraih kepercayaan. Mengapa ? karena dengan menyadari bahwa keterbatasan yang ada tentu akan mengundang pihak pihak lain untuk terlibat dalam mewujudkan program program sekolah, sehingga terjadi pembagian peran yang jelas. Dari peran peran yang ada tentu masing masing pihak sudah bisa menghitung kira kira keuntungan apa yang bisa didapatkan dengan keterlibatannya. Tentu, keuntungan yang dimaksud tidak harus berupa keuntungan financial, tetapi bisa juga nerupakan keuntungan keuntungan yang lain, semisal terpublikasinya peran yang diberikan.

Walhasil terbangunnya sebuah kepercayaan merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar bila sekolah ingin mendapatkan dukungan, oleh karenanya diperlukan sebuah keterbukaan dalam menyusun program dan penganggarannya, agar supaya pertanggung jawaban dari penggunaan dana yang ada tidak menimbulkan dugaan dugaan yang tidak baik dan berujung pada ketidakpercayaan.

Seharusnya Menjadi School Founding

Tidak bisa tidak bahwa dukungan dana merupakan faktor penting untuk mewujudkan program program yang sudah direncanakan. BOS sebagai salah satu sumber pendanaan yang diperoleh sekolah disamping sumber sumber lain yang berasal dari masyarakat terutama walimurid semestinya bisa menjadi sebuah pendorong bagi sekolah untuk membentuk shool founding community ( SFC ).

SFC sebagai lembaga pendukung pendanaan diharapkan bisa diperankan oleh komite sekolah. Untuk meendapatkan dukungan pendanaan, komite sekolah sebagai representasi dari masyarakat terutama para walimurid, diharapkan bisa berperan sebagai wakil masyarakat yang sebenarnya. Peran komite sekolah tentu tidak hanya sebagai pembenar dari seluruh program yang dirancang oleh sekolah, tapi komite sekolah juga harus bisa membuat penilaian apakah program program yang sudah dirancang oleh sekolah merupakan program yang layak jual atau sudah dikemas secara baik hingga membuat siapapun tertarik terlibat untuk ikut mewujudkannya. Dengan SFC diharapkan sekolah mampu menjalin kerjasama dengan banyak pihak, yang pada akhirnya dari kerjasama itu, sekolah bisa mendapatkan dukungan dari pihak pihak lain, terutama dukungan dana untuk mewujudkan program program yang sudah dirancang. Pada akhirnya, kelak jika BOS dihapus, sekolah sudah tidak lagi merasa kesulitan untuk mewujudkan program program yang sudah dirancangnya tersebut.

Kita semua tentu yakin dan berharap bahwa sekolah kita mampu membuat program program yang unik dan punya nilai jual serta mampu mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran yang ada, sehingga kepercayaan yang berakibat pada dukungan dana bisa didapatkan, kedepan BOS tidak boleh lagi menjadi sebuah ketergantungan. Semoga ?

Surabaya , 17 Oktober 2018

M. Isa Ansori

Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak ( LPA ) Jatim, Anggota Dewan Pendidikan Jatim

 

Bagikan Ini, Supaya Mereka Juga Tau !

Tinggalkan Komentar

Top

Marhaban ya Ramadhan


 

This will close in 10 seconds