Anda berada di :
Rumah > Artikel Dan Opini > Bertanding Tanpa Sanding

Bertanding Tanpa Sanding

Dilihat 1549

Kidung sunyi tentang dendam itu tak henti dan didentum berkali kali,  Dimulai dengan perebutan betis Ken Dedes,  yang pada akhirnya Sang Raja Tunggul Amaetung terbujur kaku melalui keris empu Gandring yang dipamerkan oleh Kebo Ijo, dan kebo ijo akhirnya menjadi tertuduh,  dan  harus dihukum mati oleh sang pelaku skenario,  Ken Arok.  Ken Dedes menyimpan dendam, sambil mengandung sang putra mahkota, Anusapati.

 

Dendam dan asmara Ken Dendes terhadap sang pengganti raja Tunggul Amaetung, Ken Arok terpendam rapi diatas semaian asmaranya.  Anusapati sebagai anak yang lahir dari persemaian jiwa raga sang raja tereksekusi,   mengalami nasib yang tak seindah sebagai putra mahkota.

 

Seperti telah disinggung pada sejarah sebelumnya, setelah dinobatkan menjadi raja Singasari Ken Arok memiliki 4 orang anak dari Ken Dedes dan 3 orang anak dari Ken Umang. Seiring berjalannya waktu, anak-anak tersebut berkembang menjadi dewasa.

 

Dendam Anusapati mulai  tumbuh subur merasuk bersama  taburan pupuk pilih kasih yang dilakukan Ken Arok terhadap putra putranya. Maka dimulailah dengan  cara liciknya sebagai mana cara yang  pernah dilakukan Ken Arok terhadap ayah kandungnya.  Melalui tipu muslihatnya, Anusapati mulai menyusun rencananya. Setelah itu dia perintahkan seorang pengawal dari bathil untuk mengeksekusi Ken Arok. Disusunlah rencana  eksekusi itu dan akhirnya Ken Arok terbujur kaku berkalang darah.  Untuk menutupi jejaknya,  maka sebagai mana yang pernah dilakukan  oleh Ken Arok terhadap Kebo Ijo,  Anusapati mengeksekusi bathil sebagai bagian menutup sejarah kelamnya.

 

Begitulah sejarah  kelam perebutan kekuasan berlangsung terus menerus.  Bertanding tanpa ada keinginan untuk bersanding.

 

Mengapa Bisa Terjadi  ?

 

Sejak awal pengetahuan kita tentang kejadian manusia  sudah diajarkan bahwa untuk hidup  diperlukan sebuah persaingan. Lalu dicarilah dalil pembenar bahwa ketika sel telur dibuahi oleh sperma,  sejak awal sperma yang terlepas berjumlah milyaran benih  dan hanya satu yang jadi,  yaitu kita semua.  Sehingga bisa dikatakan bahwa kita ini adalah sang pemenang.

 

Sejarah pengetahuan kita terdistorsi menjadi sebuah persaingan,  saling menyingkirkan,  dan saling melenyapkan. Yang akhirnya harus saling mengalahkan. Uniknya lagi untuk bisa mengalahkan orang  lain,  kita juga diajarkan bagaimana menjadi pemenang.

 

Sebagai mahluk yang berkebutuhan,  manusia secara hakiki mempunyai kebutuhan yang harus  dipuaskan. Id begitulah  kata freud,  sebagai pemburu kesenangan. Kadang dalam memenuhi kebutuhan akan rasa senangnya,  manusia mempunyai bakat saling mengalahkan  dan menghalalkan cara. Sehingga terbangunlah pola hubungan yang dalam transaksional analysis dikategorikan oleh Bern sebagai hubungan yang ” I am ok,  you are not ok “. Semangatnya menghancurkan,  melemahkan,  mengalahkan dengan berbagai cara agar dirinya terpuaskan. Tidak ada yang benar kecuali saya,  begitulah biasanya yang terpelihara didalam alam batin dan pikirannya.” Machiavelis “.

 

Tradisi kekerasan itupun sekarang  juga menjadi tradisi  kita bergaul dan berkomunikasi. Kita bisa saksikan betapa orang melawan orang lain karena kepentingannya tidak sama, yang pada gilirannya kemudian kebenaran hanya diukur dari kepentingan  yang  dia bangun.

 

Tradisi bermasyarakat kita yang  bertanding  inipun kemudian merasuki jiwa para pemimpin dan para predator yang berkepentingan  atas pemenuhan kepuasannya.  Mereka tak akan bisa ketemu dan berdialog,  kecuali kepentingan  yang dia miliki bisa terpuaskan. Freud menyebutnya sebagai bagian dari nafsu hewani manusia.

 

Bisa anda bayangkan sebuah episiode kehidupan , dimana masyarakatnya berkembang dalam tradisi saling bersaing. Apa yang akan terjadi ? Tidak akan pernah terjadi harmonisasi.  Lihatlah sekarang para politisi kita,  saling menjatuhkan dan saling melemahkan, lalu amatilah mereka yang mengaku sebagai aktifis,  mereka menjadi kehilangan gairah bersinergi,  mereka lebih suka menyakiti dan mengadili,  tak ada yang benar kecuali saya dan siapa saja yang bisa memuaskan kepentingan  saya. Gerak laku yang disemai adalah gerak laku bertanding tak mau bersanding.

 

Mereka yang gemar bertanding tak mau bersanding adalah bagian dari sebuah dinamisasi kehidupan.  Tapi apakah sebuah peristiwa perilaku itu terjadi tanpa suatu sebab  ?  Pavlov mengingatkan kita tentang terjadinya stimulus dan respon.  Respon kita terhadap sebuah persoalan dengan cara yang selalu menyalahkan karena tak sebaris kepentingan, biasanya  dipengaruhi oleh sebuah pengalaman masa  lalu,  misalnya kita tak pernah punya  kesempatan  untuk diapresiasi,  kita selalu disalahkan,  maka suatu  saat  bila kita mempunyai   momentum yang tepat,  pada saat itulah waktu  yang  tepat untuk menumpahkan perasaan terhambat  kita.

 

Pada akhirnya  bahwa perilaku itu banyak dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu,  bisa jadi semangat bertanding kita hari ini dalam hidup adalah buah dari perlakuan tidak menyenangkan masa lalu kita.

 

Bagaimana Mencegahnya ?

 

Laku hidup  merupakan  sebuah potret siapa kita,  sehingga untuk menjadikan diri sebagai pribadi yang berdamping,  maka pembiasaan perilaku  bersanding perlu dilakukan.  Sekolah dan rumah adalah hamparan pembiasaan.  Perilaku yang dibiasakan maka akan membentuk  sebuah harmoni kehidupan  tanpa persaingan dan pertandingan. itulah  yang  dianggap  sebagai hidup  yang berkebudayaan.

 

Berdamai adalah kata kunci hidup berdampingan, hidup yang  bersanding tanpa bertanding.

 

Semoga bermanfaat…  !!!

 

Firman Allah swt:

 

“Dan orang-orang yang mengganggu dan menyakiti orang-orang mukmin lelaki dan perempuan yang beriman, dengan perkataan atau perbuatan yang tidak tepat atau sesuatu kesalahan yang tidak dilakukannya, maka sesungguhnya mereka telah memikul kesalahan menuduh secara dusta dan berbuat dosa yang amat nyata.”

(Surah Al-Ahzab, 33; Ayat 58)

 

Hai orang- orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari praangka itu dosa. Dan janganlah mencari- cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. adakah  seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al- Hujurat[49]: 12)

 

Assalamualaikum  wr wb… Selamat pagi,  selamat beraktifitas,  semoga Allah menjauhkan kita dari sikap pribadi yang senang melihat dan melemahkan orang lain.

 

Ya Allah mudahkan hati kami untuk berlapang dada dan sanggup menerima kebenaran dari pihak lain,  meskipun itu pahit,  Jauhkan  kami  dari sikap sombong yaitu sikap yang hanya mementingkan pribadi dan kelompok  yang hanya  bisa memuaskan kepentingan pribadi.

 

Aamiien

 

Surabaya, 17 Maret 2018

 

Penulis : Isa Ansori

 

Pembelajar Laku berbudaya,  Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak Jatim,  Anggota  Dewan Pendidikan Jatim,  Pengajar di STT Malang dan Untag  1945 Surabaya

Bagikan Ini, Supaya Mereka Juga Tau !

Tinggalkan Komentar

Top

Marhaban ya Ramadhan


 

This will close in 10 seconds